Genangan atau Banjir ?

31/08/2016

Gambar dicopy dari Bpk.Siswoko (Banjir, Masalah Banjir dan Upaya mengatasinya)

masalah genangan

30/12/2015

PROFIL SINGKAT LEMBAGA PENGEMBANGAN JASA KONSTRUKSI NTB
(Nusa Tenggara Construction Development Board)

(Ir. Surana, MSc, PU-SDA – Waka 1 – Litbang LPJKP NTB)

1. PROFIL DAERAH NUSA TENGARA BARAT
Provinsi NTB terdiri atas 2 (dua) pulau utama yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa dan ratusan pulau-pulau kecil lainnya. Dari 280 pulau yang ada, terdapat 32 pulau yang berpenghuni. Luas wilayah Provinsi NTB adalah 20.153,20 km2. Terletak antara 115046′-11905′ Bujur Timur dan 8010′-905′ Lintang Selatan. Secara administratif Pulau Lombok meliputi 4(empat) Wilayah Kabupaten yaitu Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok Timur dan Lombok Utara; dan 1(satu) wilayah Kota Mataram. Pulau Sumbawa meliputi 4(empat) wilayah Kabupaten dan 1(satu) Kota, yakni: Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Sumbawa Barat, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bima, dan Kota Bima (Gambar 1)

Berdasarkan data statistik tahun 2014, jumlah penduduk NTB mencapai 4.630.302 jiwa, dengan rincian laki-laki sebanyak 2.244.721 jiwa dan perempuan sebanyak 2.385.581 jiwa. Jumlah rumahtangga di Provinsi NTB adalah 1.296.432 dengan rata-rata anggota rumahtangga sebesar 3,57 orang. Berdasarkan hidroklimatologi, Provinsi NTB beriklim tropis dengan musim hujan antara bulan Oktober sampai dengan Maret, dan musim kemarau antara bulan April sampai dengan September. Curah hujan rerata tahunan berkisar sekitar 879 mm/tahun sampai dengan 1851 mm/tahun. Pada umumnya curah hujan di Lombok lebih tinggi daripada di bagian timur (gambar 2)
Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Koridor V telah ditetapkan tiga provinsi yakni Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Provinsi Nusa Tenggara Timur yang diposisikan sebagai pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional. Untuk Provinsi NTB, implementasi pembangunan untuk mendukung diprioritaskan pada konektivitas (prasarana perhubungan), penyediaan energi dan penyediaan air untuk mendukung ketahanan pangan (termasuk untuk keperluan budidaya jagung, perikanan dan peternakan).
Dalam rangka mendukung program pembangunan strategis tersebut, di Provinsi di NTB telah dibangun Bandara Internasional Lombok baru dan saat ini sedang dibangun prasarana pendukung yang berupa jalan bebas hambatan non-toll yang menuju ke bandara tersebut (Gambar3)

Disamping itu sedang disiapkan rencana besar Pembangunan Bandar Kayangan sebagai Global Hub yang akan menghubungkan beberapa bandar tingkat dunia. Untuk sektor pariwisata, juga telah disiapkan pembangunan Mandalika Resort di pantai selatan Lombok. Kedua proyek raksasa ini sudah mendapat persetujuan/ dukungan pusat (Gambar4)

Sedangkan pembangunan infrastruktur sumber daya air, sampai saat ini Provinsi NTB telah terbangun 9(sembilan) bendungan yang sudah operasional dan sedang on-going tiga buah bendungan di Pulau Sumbawa dan menyusul 2(dua) bendungan lagi pada kurun 5(lima) tahun ke depan. Secara umum Infrastruktur SDA tersebut menjadi kebanggaan masyarakat NTB, karena betul-betul telah berfungsi sebagai urat nadi penghidupan masyarakat NTB yang masih didominasi pada sektor pertanian (Gambar 5)

2. PRODUK KONSTRUKSI KEBANGGAAN MASYARAKAN NTB
Sebagai destinasi pariwisata, Provinsi NTB memang memiliki keindahan pantai yang luar biasa indahnya. Sepanjang pantai barat dan selatan Pulau Lombok termasuk gili-gilinya, serta di pantai selatan dan utara Pulau Sumbawa adalah lokasi wisata pantai yang tiada duanya di dunia ini.
Beberapa bangunan “tua” yang bersejarah yang menjadi kebanggaan masyarakat NTB antara lain istana Bima, Istana Sumbawa, Sedangkan bangunan baru yang sedang dalam tahap pelaksanaan yang dihajadkan jadi ikon provinsi adalah pembangunan Islamic Center dengan segala fasilitasnya (Gambar6).

3. PROFIL LPJK PROVINSI NTB
3.1. Struktur Organisasi
Struktur organisasi LPJK yang dipilih adalah Type B, karena kondisi badan usaha jasa konstruksi yang ada di NTB didominasi oleh badan usaha kualifikasi kecil (Gred 2, 3, 4) yaitu sekitar 95 % dan 5 % tergolong kualifikasi Non Kecil (Gred 5, 6, 7); sedangkan semua badan usaha konsultan tergolong dalam kualifikasi kecil. Gambaran struktur organisasi LPJK adalah sebagai berikut (Gambar7).

Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sesuai pasal 33 UUJK, LPJK Provinsi NTB beserta perangkatnya telah menghasilkan beberapa capaian yang secara singkat dilaporkan sebagai berikut:
 Registrasi dan sertifikasi Badan Usaha pada 12 asosiasi perusahaan, dan
Sertifikat yang telah diterbitkan sekitar 1.500 badan Usaha.
 Registrasi dan sertifikasi Tenaga kerja pada 9(sembilan) asosiasi dan
Sertifikat yang telah diterbitkan berupa SKT/SKA sekitar 2.100 buah.
 Di bidang Penelitian dan Pengembangan, telah dilaksanakan kegiatannya dengan fasilitasi dari BPJakon Pusat dan bekerjasama dengan Universitas Mataram.
 Untuk Pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi dilaksanakan atas dana dan fasilitasi dari Dinas PU NTB (BP2JK) dan Kementerian PU (BPJakon). Peran LPJK-NTB masih terbatas sebagai pendukung/membantu sebagian rekruitment peserta.
 Kegiatan mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi dan Penilai Ahli dibidang jasa konstruksi sudah dilaksanakan sesuai aturan yang berlaku.
 Adapun Tugas-tugas lain bidang pembinaan jasa konstruksi yang aktif diikuti antara lain: sosialisasi peraturan perundang-undangan bidang jasa konstruksi, sosialisasi tata-cara pembuatan peraturan daerah tentang IUJK maupun SLF Bangunan. kegiatan pengembangan dan pembinaan bidang jasa konstruksi serta penyelenggaraan forum Jasa Konstruksi. Ikut berkontribusi secara aktif pada pembuatan Peraturan Daerah tentang Jasa Konstruksi. Dalam pelaksanaan tugas tersebut, LPJK Provinsi NTB selalu berkolaborasi dengan Kementerian Pekerjaan Umum maupun Pemerintah Daerah NTB seperti Dinas Pekerjaan Umum dan Biro AP di Provinsi NTB.

3.2. KEPENGURUSAN LPJK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT
Kepengurusan LPJK NTB terdiri atas empat unit utama yakni Pengurus LPJK, Badan Pelaksana, Unit Sertifikasi Badan Usaha dan Unit Sertifikasi Tenaga Kerja. Adapun susunan personalia masing-masing unit adalah sebagai berikut (Gambar8)

4. CATATAN-CATATAN

4.1. Masalah dan Kendala Pengembangan LPJK Provinsi NTB
Dalam pelaksanaan tugas lembaga, beberapa permasalahan dan tantangan yang harus mendapat perhatian diantaranya adalah:
 Masih rendahnya Kinerja Pembinaan Jasa Konstruksi
Hal ini disebabkan antara lain: a) Wadah Pembinaan Jasa Konstruksi di lingkungan Dinas PU Kabupaten/Kota, yang bertanggungjawab terhadap pembinaan, penampungan informasi belum terbentuk. Dan kalaupun ada, masih dalam bentuk yang sederhana dan petugasnya pun sering dimutasikan; 2) Rendahnya atau ketiadaan anggaran Pembinaan Jasa Konstruksi baik yang ada di SKPD (Dinas PU dan Biro AP); 3) Legislasi tentang Jasa Konstruksi yang berupa Peraturan Gubernur/Bupati/ Walikota belum mengakomodasi kebutuhan, sedangkan Perda Provinsi NTB nomor Nomor 5 tahun 2013 tentang Jasa Konstruksi, namun hingga saat belum ada tindak lanjut penerapannya.
 Pemberdayaan LPJK Provinsi NTB
Pemberdayaan LPJKD NTB diperlukan agar dapat berperan lebih aktif dalam meningkatkan daya saing Jasa Konstruksi Daerah. Untuk melaksanakan tugas dan fungsinya, kesekretariatan LPJK mestinya mendapatkan dukungan dana dari pemerintah (dari tahun 2000 sejak berdirinya LPJK, lembaga ini belum pernah medapakna dukuingan dana.

4.2. Harapan dan tantangan ke depan
Beberapa hal yang dapat disarikan adalah sebagai berikut:
 Bagaimana meningkatkan peran/kineja LPJK Provinsi NTB dalam upaya pemberdayaan badan usaha kualifikasi kecil dan menengah di daerah, dan bagaimana cara mewujudkan kemitraan Usaha Micro, Kecil dan Menengah tersebut dengan dengan badan usaha kualifikasi besar;
 Bagaimana upaya “perlindungan” terhadap badan usaha di daerah dapat dilaksanakan oleh pemerintah maupun oleh LPJK Provinsi/Daerah;
 Bagaimana upaya pemerintah, Tim Pembina Jasa Konstruksi, dan penyedia jasa dalam memperkuat fungsi lembaga LPJK Provinsi;
 Bagaimana upaya mempercepat terbitnya regulasi tentang izin usaha jasa konstruksi di daerah dan penerepannya secara konsisten?
 Dalam meningkatkan daya saing daerah dalam menghadapi era globalisasi dan menyambut datangnya MEA-2015, terutama dalam masalah tenaga kerja atau SDM-konstruksi, perlu percepatan dan peningkatan sertifikasi tenaga kerja trampil maupun ahli. Bagaimana hal ini bisa dipercepat;
 Upaya mendorong dan meningkatkan penyelesaian masalah sengketa konstruksi yang berupa advokasi, arbitrasi dan mediasi serta penyediaan tenaga Penilai Ahli di LPJK; Bagaimana hal ini dapat direalisaikan?.
5. KESIMPULAN
 bahwa jasa konstruksi mempunyai peran strategis dalam penyelenggaraan pembangunan dan memiliki nilai ekonomi dalam mewujudkan masyarakat sejahtera, sehingga perlu dilakukan pembinaan terhadap penyedia jasa, pengguna jasa dan masyarakat guna menumbuhkan pemahaman, kesadaran dan meningkatkan kemampuan akan tugas, fungsi serta hak dan kewajiban masingmasing.dalam mewujudkan tertib usaha jasa konstruksi, tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi, dan tertib pemanfaatan hasil pekerjaan konstruksi
 Bahwa keberadaan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah sangat strategis dan mutlak diperlukan. Hal adalah dalam rangka memenuhi amanat UU JK pasal 31 ayat 3 dan tata-kelola LPJK diatur dalam Peraturan Menteri PU Nomor 24/PRT/M/2010 tentang Perubahan Peraturan Menteri PU Nomor 10/PRT/M/2010 tentang Tatacara Pemilihan Pengurus, Masa Bakti, Tugas Pokok dan Fungsi serta Mekanisme Kerja LPJK.
 Perlunya lebih meningkatkan kinerja dan keberdayaan LPJK Provinsi NTB agar dapat berperan lebih aktif dalam meningkatkan daya saing Jasa Konstruksi Daerah menghadapi dinamika perkembangan pasar konstruksi baik regional, nasional maupun internasional. Peningkatan kinerja lembaga dapat dilaksanakan dengan pemberdayaan dan pemenuhan fasilitasi pendukung (penyediaan SDM yang profesional, pendanaan, perkantoran, dan perlengkapan pendukung yang lain).
 Dirasakan bahwa dalam periode pengurusan LPJK Provinsi 2011-2015 ini sangat banyak muncul isue aktual maupun peristiwa politik/hukum yang berkenaan dengan globalisasi, MEA, rancangan rencana perubahan undang-undang jasa konstruksi, maupun konflik internal pada institusi pengelola Jasa Konstruksi terutama di tingkat pusat. Kejadian ini hendaknya dapat dijadikan dorongan agar tata-kelola jasa konstruksi di kemudian hari akan semakin baik.

Mataram, Desember 2015.
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Provinsi Nusa Tenggara Barat
Surana, MSc, PU-SDA – Wakil Ketua-I Bid.Litbang

Kekeringan

08/10/2012

KEKERINGAN DI P.LOMBOK NTB

APN Report

13/02/2012

1pt; text-align:center’>BUILDING SCIENTIFIC CAPACITY IN SEASONAL CLIMATE FORECASTING (SCF) FOR IMPROVED RISK MANAGEMENT DECISIONS IN A CHANGING CLIMATE (1st draft only)

 1. Introduction and background:

The use of Seasonal Climate Forecasting (SCF) in risk management decisions in the developing countries such Indonesia, which are most vulnerable to the impacts of climate variability and climate change, has not been widely applied yet.  The major limitations are: the limited national capacity for climate monitoring and forecasting; low levels of awareness among decision makers to the local and regional impact of climate variability (e.g. ENSO); and lack of effective policy responses to climate variability and climate change.  Provision of training to develop in-country scientific capacity and practical skills in the use of SCF in decision making is an important step for effective development of adaptive capacity for farmers and government agencies to manage seasonal variability enhance preparedness for possible climate change impacts, developing resilient climate systems and improvements in food and water security.

2. Participating agencies:

Indonesia is one of the participating countries (among Australia, Bangladesh and The Phillipines), and the agencies involved are from the Bureau of Meteorology (Meteorological Climatoloigical and Geophysical Agency) and Water Resources Department from Nusa Tenggara Barat Province.

3. Objectives:

The aims of the project include:

  • Improved awareness of climate variability and climate change impacts amongst policy makers, researchers, government agencies and the farming community;
  • to conduct a validation study (regional workshop) of different climate drivers that affect the climate of Asia Pacific region
  • to build capacity and network in the areas of climate forecasting, climate variability and change.
  • Innovative ways of communicating climate uncertainty and variability tailored to the different communication skills and needs of policy makers, government and non-government staff and small holder farmers; and
  • An effective dissemination pathway and the packaging of seasonal forecast information into farmer friendly advisories through local capacity building.

A.      BRIEF REPORT ON CLIMATE PATTERN AND EVALUATION OF RAINFALL-SOI USING SCOPIC SOFTWARE

5.1. Brief climate situation in Indonesia / NTB Province is as follows:

In general, Indonesia is divided by three distinc climate regions (rainfall types): Monsoon, Semi-monsoon, and Anti Monsoon (see the map/attachment).

Province of Nusa Tenggara Barat, in general, are the driest part of Indo­nesia, but the climate varies with the location of east-west stretch between islands and the elevation within the same is­land. The wet season, generally November and March. The mean annual rainfall is also featured by the wide variation ranging from 700 to 2,500 mm between and within the islands. Throughout the islands, the average sunshine hours are 4 to 5 hr/day during the wet season and increase to 7 to 8 hr/day in the dry season, and the mean annual temperature range from 260C at sea level to 150C at mountains of 3,000 m in height.

The climate patterns peculiar to the province has been change as follows: (Graph attached)

Average rainfall from 1970’st until 2010 has changes:

Average Temperatures:

Temperatures has been increased 0,5 degree during the last decade (see tables bellows)

YEAR

NORMAL TEMP’S 1971-2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 INCREASING TEMP’S2001-2010
26.5 26.5 26.4 26.6 26.8 26.5 26.5 26.4 26.7 27.1
26.1 0.4 0.4 0.3 0.5 0.7 0.4 0.4 0.3 0.6 1.0 0.5

Maximum and minimum temperatures; humidity, and wind speed have also been changed significantly during the past 30 years records. In Bali-Nusra, one month delays in rainy season has been decreasing rice production by 7-18% (Naylor et al, 2006)

5.2. Evaluation And Analysis Of Seasonal Rainfall In Indonesia, using SCOPIC Software

Seasonal rainfall patterns in the three distinc regions in correlation with the SOI has been analysis using SCOPIC Softwares. The Meteorological stations from each region have been chossen randomly based on the longest data availabilities (see the map “Rainfall Distribution” bellows).

After been analysed using SCOPIC Software, the of Concurrent Relationship between SOI and Rainfall in Indonesia can be summarised that the SOI has good correlation in equator and southern equator.

B.      BRIEF REPORT OF THE LOCAL WORKSHOP IN MATARAM, NTB PROVINCE INDONESIA

Three days warkshop and trainning has been conducted (26-28 August 2011) at BMKG Office in Kediri. The aims of the training were:

–          To discuss about Seasonal Climate Forecasting and introduce SCOPIC’ software
–          To equip BMKGs with better understanding of global/regional/localised climate forecasting;
–          To equip BMKGs with better understanding  of several SCO applications in a number of user sectors;
–          To prepare BMKGs for Phase II pilot projects; and
–          To inform BMKGs on the Bureau’s ClimSoft project

 The Meeting and training ware very valuable and success (agenda and participants are listed in the separate attachments)

PENATAAN SUMBER DAYA AIR DALAM MENGHADAPI PERUBAHAN IKLIM GUNA MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI PROV. NTB

13/12/2010

LATAR BELAKANG

Keberadaan air di dunia dinyatakan dalam dalam 4 dimensi: WARUNG JAMU, yakni pada dimensi Waktu (musim), Ruang (posisi geografis), Jumlah (kuantitas) dan Mutu (kualitas).

Air yang merupakan benda alam yang bebas, dapat dipandang dari nilai Kemanfaatan Air yakni sebagai milik bersama, berfungsi sebagai unsur produksi, kesehatan, kesenangan, keamanan dan bahkan juga merupakan unsur penyebab terjadinya bencana (banjir, kekeringan, longsor, sedimentasi dan juga merupakan asal/sumber berbagai penyakit). Dipandang dari Nilai Keberadaannya, air adalah sumber daya terbarukan dan terbatas, sehingga pemanfaatannya harus ditata sedemikian rupa, sehingga ada keseimbangan antara penggunaan dan pemasukan (sumber).

Provinsi Nusa Tenggara Barat yang merupakan salah satu pemasok kebutuhan pangan (beras) nasional, terdiri atas dua pulau utama: P.Sumbawa dan P.Lombok. Pulau Lombok dengan luas 1/3 wilayah NTB dengan sawah lebih dari 160 ribu ha dan ditempati oleh 2/3 jumlah penduduk (total >4 juta), sangat rentan terhadap perubahan iklim.

Luas lahan kritis yang tercatat sudah tinggi, yaitu mencakup 71.59 % wilayah DAS di Pulau Lombok dan 70.09 % wilayah DAS Pulau Sumbawa.
Perubahan iklim sudah terjadi, terutama di Provinsi Nusa Tenggara Barat, khususnya di wilayah pulau Lombok. Hal ini diindikasikan dengan telah bergeser-mundurnya pola curah hujan dan banyaknya kerusakan lingkungan dan kerugian yang terjadi.

Mengingat hal tersebut, maka “pelestarian sumber daya air” dengan cara melaksanakan tata kelola yang tepat oleh para pihak dalam mengadaptasi terhadap perubahan iklim merupakan hal yang mutlak harus segera dilaksanakan. Hal ini akan dibahas secara umum dan sekilas tentang isu yang mengemuka, beberapa usulan/rekomendasi tata-kelola sumber daya air untuk adaptasi/ mitigasi atas dampak negatif perubahan iklim, serta Rencana Aksi Daerah dalam mengurangi resiko bencana (terurtama perubahan iklim) . . . .

(Ir. Surana, MSc, PU-SDA; WI; Irr Eng)

Pengelolaan SDA Berbasis Lingkungan

01/12/2010

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR BERBASIS LINGKUNGAN

Disusun: Surana, Ir, MSc, Widyaiswara BKD Provinsi NTB
Disajikan sebagai “Bahan Ajar” untuk TOT, DIKLAT & Referensi Seminar

1. PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Hasil dari pembangunan, terutama bidang sumberdaya air, yang terus meningkat dari tahun ke tahun ternyata belum sepenuhnya dapat “dinikmati secara utuh dan merata oleh penerima manfaat”. Ini terbukti antara lain dengan masih sering terdengar terjadinya krisis air (baik kualitas maupun kuantitas), timbulnya masalah banjir/kekeringan, terjadinya konflik kepentingan akan air dan sebagainya. Dilain pihak, kondisi sumber-air dari aspek waktu, ruang, jumlah dan mutu, yang dikenal dengan sebutan “warung jamu”, cenderung menurun, semakin memprihatinkan dan bahkan semakin langka keberadaannya.
Bahwa dalam bidang ekonomi, perekonomian nasional menghadapi tantangan besar antara lain: pertama: bagaimana meningkatkan dan mengembangkan daya saing nasional dalam rangka menghadapi persaingan global dan kedua: bagaimana mengatasi ketimpangan pendapatan (baik antar-golongan maupun antar-daerah) maupun mengatasi jumlah penduduk miskin yang ternyata masih dan bahkan semakin besar jumlahnya.
Menghadapi tantangan tersebut serta memperhatikan amanat reformasi yang sedang digalakkan pelaksanaannya, maka arah pengembangan perekonomian masa yang akan datang adalah pemberdayaan ekonomi rakyat guna menjamin peningkatan kesejahteraan rakyat. Dalam membahas pemberdayaan ekonomi rakyat tersebut, di Indonesia yang agraris tidak terlepas dari keberadaan petani, yang merupakan mayoritas dari jumlah penduduk yang ada. Dalam hal memberdayakan ekonomi rakyat berarti pula memberdayakan ekonomi para petani. Pemberdayaan ekonomi para petani akan terkait pula dengan produktivitas pertanian, harga jual hasil pertanian, dan kehandalan system pengairan dalam hal ini sumber air dan jaringan irigasi (termasuk didalamnya adalah: teknologi pengelolaan sumber daya air dan budidaya pertanian, kinerja petani dan kelembagaannya), serta yang tak kalah pentingnya adalah keberlanjutan dari seluruh komponen pemberdayaan ekonomi petani tersebut.
Pengelolaan sumber daya air adalah salah satu aspek tata pengaturan air, yang secara umum dapat diartikan sebagai upaya merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi atas penyelenggaraan konservasi, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air. Dari batasan pengertian tersebut dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya air dapat diartikan bahwa pengelolaan sumberdaya air pada hakekatnya adalah upaya mengatur dan memanfaatkan sumberdaya air yang berwawasan lingkungan untuk memenuhi hajad hidup dan perikehidupan masyarakat.
Dalam sajian ini, pembahasan mengenai pengelolaan sumber daya air akan diutamakan pada aspek: pengertian, reformasi sumber daya air, lembaga pengelola sumber daya air, landasan perundang-undangan, serta cara pengelolaan sumber daya air.

1.2. LINGKUP PENGERTIAN SUMBER DAYA AIR
Paradigma baru tentang sumber daya air, ternyata juga memunculkan pengertian baru lingkup sumber daya air. Istilah “Pengairan” yang selama ini sudah menjadi pengertian yang baku, telah disesuaikan dan dikembangkan menjadi istilah baru yaitu “sumber daya air”. Pengertiannyapun dikembangkan sehingga menjadi sebagaimana akan diterangkan pada definisi di bawah ini.
Beberapa batasan pengertian lingkup sumber daya air di bawah ini, mengambil bahan rujukan (referensi) dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, dan beberapa Peraturan Pemerintah yang berkait.
Air:
adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat.
Sumber Air
Tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah.
Daya air
adalah potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada sumber air yang dapat memberikan manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta lingkungannya.
Sumber daya air
Air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya.
Pengelolaan Sumber daya air
adalah upaya untuk mengatur, merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
Konservasi sumber daya air
adalah upaya memelihara keberadaan serta keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumberdaya air agar senantiasa tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang memadai untuk memenuhi kebutuhan maklhk hidup, baik pada waktu sekarang maupun yang akan datang.
Pengendalian daya rusak air: adalah upaya untuk mencegah, menanggulangi, dan memulihkan kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh daya rusak air.
Operasi: adalah kegiatan pengaturan, pengalokasian serta penyediaan air dan sumber air untuk mengoptimalkan prasarana sumber daya air.
Pemeliharaan
adalah kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber air dan prasarana sumber daya air.
Prasarana sumber daya air
adalah bangunan air beserta bangunan lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung mapun tidak langsung.
2. REFORMASI SUMBER DAYA AIR
Pada dasa warsa ke delapanpuluhan, telah terjadi pergeseran paradigma baru tentang sumber daya air, yang dikenal dengan reformasi sumber daya air.

2.1. Pengertian Paradigma dan Reformasi:
Dalam Bahasa Inggris ”Fundamental image of subject matter”. Jadi pengertian paradigma adalah cara pandang, cara pikir, atau perspektif. Itulah sebabnya manusia selalu berkembang dan maju karena pasti terjadi perubahan cara berpikir menghadapi tantangan jaman. Sedangkan makna ”reformasi” (padanannya adalah to improve or upgrade) adalah: perubahan menuju ke arah dan tatanan yang lebih baik dari pada sebelumnya.
2.2. Alasan timbulnya reformasi sumber daya air
Alasan timbulnya reformasi sumber daya air, antara lain:
 Masyarakat telah mengalami perubahan. Secara politis masyarakat mulai dapat menyampaikan pikiran, ktitis dan menuntut keterbukaan.
 Terjadi pergeseran dari orientasi yang didominasi sektor pertanian menjadi orientasi yang lebih menyeluruh (multipurpose oriented).
 Terjadi pergeseran nilai air di masyarakat, dari benda sosial menjadi benda yang bernilai sosial-ekonomi (economics-social goods).
 Tuntutan adanya proses demokrasi dan emansipatori dalam pengelolaan sumber daya air antara masyarakat dan pemerintah.
 Terjadinya penyesuaian cara pemenuhan kebutuhan air pada pemanfaat, dari supply manajemen menjadi demand manajemen.
2.3. Ruang lingkup reformasi Sumber Daya Air
Ruang lingkup reformasi Sumber Daya Air yang utama adalah:
 Terintegrasinya kebijaksanaan dalam pengelolaan sumberdaya air melalui pembentukan suatu institusi air lintas sektoral dan berbasia pada dalam Satuan Wilayah Sungai.
 Terjadinya pembagian air yang efisien dan adil termasuk diberikannya hak atas air untuk masyarakat.
 Dikembangkan terjaminnya kualitas air.
 Tersedianya sistem informasi akan sumber daya air yang lengkap, akurat, tepat dan sewaktu (real time) untuk pengambilan suatu keputusan atau kebijakan dalam pengelolaan sumber daya air.
 Terselenggaranya pengelolaan sumber daya air yang efisien dan berkelanjutan melalui pemberian kewenangan dan otoritas (empowerment) kepada organisasi petani (Perhimpunan Petani Pengelola Air -P3A)
Reformasi pengelolaan sumber daya air menuntut perubahan dari cara dan sistem pengelolaan yang didominasi oleh kemauan Pemerintah menjadi kebersamaan dalam pengelolaan. Menurut catatan sejarah, reformasi sumberdaya air dimulai dari jaman pra-kolonial ke jaman Kolonialisme sampai dengan jaman Kemerdekaan dan Orde Baru dapat digambarkan sebagaimana dalam tabel berikut:
Tabel: Perkembangan cara pandang terhadap pengelolaan sumber daya air (lampiran)

3. LANDASAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR
3.1. Landasan Hukum

dst

SEMINAR REPORT 2004 (PARTICIPATORY IRRIGATION NETWORKS) di TIRANA – ALBANIA

09/08/2010

LAPORAN MENGIKUTI SEMINAR INTERNASIONAL “PARTICIPATORY IRRIGATION NETWORKS” DI TIRANA ALBANIA  11-23 JUNI 2004

LATAR BELAKANG

Berkenaan dengan Seminar Announcement yang diterima dari INPIM Pusat (Washington) seperti foto copy terlampir, (Lampiran I) dengan ini kami sampaikan dengan hormat hal-hal sebagai berikut:

  • Seperti diketahui, bahwa Indonesia adalah salah satu negara pendiri “International Networks on Participatory Irrigation Management – INPIM, di Meksiko, Tahun 1995, yakni organisasi non-pemerintah di bawah naungan Economic Institute, Bank  Dunia, berkedudukan di Washington DC. Dengan cabang-cabang INPIM di masing-masing Negara Anggota, di mana Indonesia terdaftar dengan dengan nama INPIM-INA. Organisasi ini  berkecimpung dalam bidang pertukaran pengalaman Pengelolaan Irigasi Partisipatif, khususnya dalam konteks Otonomi Daerah di lingkungan negara-negara anggota.
  • Untuk memfasilitasi Pertukaran pengalaman pengelolaan Irigasi Partisipatif, telah diselenggarakan seminar internasional berturut-turut sebagai berikut:
  1. Pertama di Mexico, Tahun 1995;
  2. Ke-dua di Anatalya, Turkey tahun 1996;
  3. Ke-tiga di Tokyo, Jepang Tahun 1997;
  4. Ke-empat di Bali, Indonesia Tahun 1998;
  5. Ke-lima di Andhra Pradesh, India Tahun 1999; dan
  6. Ke-enam di Beijing, China Tahun 2002,
  • diikuti oleh pihak-pihak terkait dengan pengelolaan irigasi partisipatif, pengambil keputusan di lingkungan Pemerintah Daerah Otonom, Departemen terkait, dan wakil-wakil petani pengelola air di negara-negara anggota.
  • Terutama sewaktu penyelenggaraan Seminar di Denpasar Bali tahun 1998, bersamaan dengan Seminar Internasional ICID (International Commission on Irrigation and Drainage), sebagian Peserta yang hadir dari Propinsi NTB, Penulis waktu itu juga ikut berpartisipati aktif dalam penyiapan materi dan penyiapan lapangan dalam rangka kunjungan Field Trip di Kabupaten Lombok Timur.di daerah NTB
  • Seminar Internasional PIM Ke Tujuh akan diselenggarakan di Tirana Albania, 13-18 Juni 2004 dengan thema “Enabling Sustainable Water User Associations” (Pemberdayaan Perkumpulan Petani Pemakai Air Berkelanjutan) dengan memberikan kesempatan kepada peserta dari berbagai sektor terkait untuk mengetahui perkembangan terakhir kebijakan refromasi irigasi di berbagai negara, dan meninjau secara langsung  pengalaman Albania, melalui pengamatan lapangan, dalam pemberdayaan petani pemakai air melaui koordinasi Pemerintah Daerah setempat.
  • Dalam upaya pengembangan Pengelolaan Irigasi partisipatif di Provinsi NTB saat ini, seminar PIM ke VII ini sangat relevan dengan pengembangan irigasi di berbagai daerah yang sedang dalam pengembangan,
  • Atas Izin Gubernur NTB dan Pimpinan, Penulis berkesempatan untuk ikut berpartisipasi untuk mengikuti seminar ini, dengan membawakan Paper berjudul: “Participatory …………………………….. Lombok Timur)
  • Laporqan ini dibuat dalam rangka pemenuhan tanggung- jawab atas izin yang telah diberikan
  • Semoga kiranya dapat bermanfaat bagi kemajuan Daerah NTB, khususnya bidang Pengairan

PERSIAPAN PERJALANAN

  • Sebelum Berangkat, diselengarakan briefing dan pengarahan oleh Presiden IMPIM dari Pusat, untuk menyatukan persepsi tentang reformasi bidang Sumberdaya Air. Hal ini diperlukan karena sesuai dengan pengarahan Direktur Jenderal Sumber Daya Air sebelum keberangkatan, bahwa tim adalah sebagai “duta” yang harus menyamakan dan menyuarakan visi dan misi pembangunan / reformasi sumber daya air di Indonesia yang sedang berlangsung saat ini.
  • Materi yang didesiminasikan antara lain lain yang berkaitan dengan UU SDA, policy statement dari Bappenas+Ditjen Bangda dan Ditjen SDA
  • Expose Paper yang direncanakan akan dipresentasikan di Albania

PERJALANAN BERANGKAT

8 Juni 2004  Berangkat dari Mataram

9-10 Juni 2004   Briefing di Jakarta

11 Juni 2004  Jakarta – Singapura dengan Garuda; Singapura – Bangkok dengan Turkey Airlines, karena masalah teknis pesawat, terpaksa overnight di Bangkok selama sehari.

12 Juni 2004 Bangkok – Istanbul dengan Turkey Airlines, dan harus menginap semalam di Istanbul, karena tidak ada connecting flight ke Tirana (Albania)

13 Juni 2004 Istanbul – Tirana dengan Albanian Airlines, langsung check in dan mengikuti welcome party.

MAIN SESSION

14 Juni 2004 Opening Ceremony oleh Menteri Pertanian, etc

HASIL

Gambar, Photo, Video, dst lihat link (lampiran)

dan seterusnya;  Terima Kasih, semoga bermanfaat…..

____________________________________________

Participant: Surana, Ir, MSc (NTB)

LIFETIME INPIM MEMBER nr.

Manajemen Irigasi China (Training Report: 1995)

09/08/2010

Executive Summary Report

Sistem manajemen sumber daya air dan aspek pembangunan bidang  pengairan di Republik Rakyat China adalah sebagai berikut:

  1. Pembinaan atas air dan sumber-sumber air (pengairan) di Republik Rakyat China merupakan tugas dan tanggung jawab dari instansi Kementrian yang dipimpin oleh Menteri Kabinet. Kementrian Pengairan mempunyai tugas menyelenggarakan manajemen konservasi air nasional dalam arti melaksanakan tugas umum pemerintah dan pembangunan pengairan termasuk pembangunan pusat-pusat listrik tenaga air.
  2. Adanya tujuh organisasi daerah aliran sungai besar (semacam SWS di Indonesia), yakni sungai-sungsi Yangtse, Huang Jo (Kunig), Songkua, Zhujiang, Haike-Luangke, Liaohe dan Huaike yang manajemennya langsung berada di bawah Menteri yang disebut sebagai “Commision”.
  3. Pada tiap daerah irigasi (proyek irigasi) dibentuk suatu Organisasi Manajemen Profesional (PMO), yang mempunyai tugas melaksanakan operasi dan pemeliharaan bangunan-bangunan utama (bendung, bangunan dan saluran induk dan sekunder) termasuk melaksanakan pungutan iuran irigasi. Di bawah PMO terdapat organisasi yang disebut Management Station (MS) dan Management Post (MP) yang berlokasi masing-masing pada saluran induk dan sekunder.
  4. Pada tingkat saluran distribusi (tersier dan kuarter), jaringan irigasi kecil, irigasi pompa (air permukaan dan air tanah) dan situ/waduk/embung lapangan, dikelola langsung oleh group petani, Kepala Desa atau masing-masing petani secara individual yang dalam pelaksanaan irigasi bekerja di bawah instruksi dan pengaawasan PMO.
  5. Konsep penanganan irigasi dan drainasi pada daerah irigasi dengan permasalahan banjir dan salinitas sudah dikembangkan. Irigasi dan supply air melalui pompa, subsurface drain secara gravity masuk kesaluran yang berfungsi juga sebagai reservoir. Dalam hal ini, penggunaan air irigasi bersifat recycle.
  6. Representative Assembly of Irrigation District (RA) merupakan lembaga koordinasi dan konsultatif dalam kaitannya dengan kegiatan O&P irigasi sebagaimana Panitia Irigasi di Indonesia dengan keanggotaan Pemerintah Daerah, Water Bereau, Pengelola Reservoir atau sungai, PMO, Kepala Desa dan para petani penerima manfaat.
  7. Water Charge atau di Indonesia semacam Iuran Pelayanan Irigasi (Ipair), sejak tahun 1985 telah dilandasi dengan Undang-undang. Pada tahun-tahun terakhir ini pemungutan terus meningkat dan pengenaan Ipair didasarkan atas 50% kebutuhan biaya O&P. Kekurangan untuk pembiayaan O&P ditunjang dengan tenaga kerja petani dan subsidi dari Pemerintah Daerah.

Bagaimana dengan Negara Kita?

(Laporan Water Resources Course di RRC-2004 ed/Team Leader/Coord Surana, Ir, MSc)

Irrigation Report (aciar)

24/12/2008

SUMMARY DRAFT-FINAL REPORT

IRRIGATION TEAM

“Seasonal Climate Forecasting for Better Irrigation Management System in Lombok”

Water Resources/Irrigation Team, Mataram, October, 2008

 

 

A.        GENERAL

Based on the Memorandum of understanding (MOU) between the Indonesia and Australia (c/q Aciar) governments concerning the Program For Collaborative Agriculture Research, it has agreed to conduct research on “Seasonal Climate Forecasting for Better Irrigation management System in Lombok’; Details of the Project are stipulated in the MoU between the Rector of Mataram University and the Department of Primary Industry (Queensland), under project No. SMNC/2002/033. The Project was conducted for more than 4(four) years starting effectively from July 2004 (the actual period may be reviewed depended upon the evaluation implementation of the Project). The main budget contributions for this Project come from a grant aid by ACIAR, while a co-sharing budget is provided by the Indonesian Government (in the form of in-kind contributions). Four institutions are involved in this Project: i.e. UNRAM, Meteorological and Geophysics Agency of Mataram and Denpasar (BMG), Provincial Agriculture Service (Conservation Section), Dinas Kimpraswil (Regional Office of Settlement and Infrastructures c/q Water Resources Section). UNRAM is appointed as Team Leader.

1.        Background and Issues:

          In the recent days, water resources are becoming more rare and difficult to find, this may due to the impact of global climate change?

          Most farmers especially in the study areas (south Lombok) are reported that they need to know more about climate forecasts for their agriculture work (i.e. how to utilize climate forecasting for making decision on planting or harvesting)

          To respond these, its require to prepare better strategies for better irrigation management, agriculture planning include: involve all sector of government, knowledge of climate forecasting, right crop choice and/or planting time and market management of agriculture products.

 

 

2.        Main Objective of the Study relating to water resources sector are:

          To increase coordination among the government institutions involved; related to irrigation management and cropping strategy, in order to use water more efficiently and reduce risk of crop failure.

          To disseminate the Seasonal Climate Forecasting – SCF Technology to other institutions and other relevant/interested stakeholders.

          To guide the irrigation personnel to learn about SCF technology, especially in running/practicing the computer model IQQM.

Furthermore, to focus is to disseminate the result of the Aciar Project, ie the SCF Technology, to the farmer, which can be done by the several ways including media, direct dissemination/socialization.

3.        Water Resources Team:

The members of the Irrigation Team during the project periods are frequently  changes not as fixed as expected. The period of the Aciar project execution is coincidently same with beginning of autonomy (decentralization) era, which is, unfortunately, have an impact of personnel duty/task within the government organization, however, the Aciar project implementation in water resources sector is done normally.

 

NAME

POSITION

REMARKS

Surana, Ir, MSc

Coordinator – Sen WR Eng

 

Ida Ayu Kd Arwiyati, Ir

OM Engineer / WOC

 

Gde Suardiari, Ir MT was replaced to Masnun Hasbullah, ST, MT

Water Management / Irrigation Engineer

Assigned to the other project

Sapto Hudoyo Saputro, ST was replaced to Yayan Supriatna, ST

Water Management / Irrigation Engineer

Assigned to the other project/province

Rosdiana, SE

OM Specialist/ WOC

Assigned to the other project, only the first 2 year involvement

While, during the last three years, the position of Head of Provincial Water Resources has been changes three times.

The main tasks of the member of the team are:

          To coordinate for implementation of the project, especially in running and practicing the IQQM Model (as a tool of water resources management plan).

          To encourage “irrigation institutions” in District and/or Sub-Districts (Kecamatan) level to implement the result of the project.

 

B.       PROJECT IMPLEMENTATION

1.      General Issues

        Coordination Meeting among related institutions in Mataram

Coordination meeting in Mataram was held intensively in regular period:

          Conduct regular meetings at UNRAM and in each institution.

          Informal discussion a project progress, field problems and problem solving, and discuss future programs.

          Conduct seminar on SCF technology.

        Internal Meetings (water resources team and the PU Office staff),

      Internal meeting of Irrigation Team were also been conducted occasionally. The Purpose of the meetings were:

          Informal discussion related to progress of the Project and/or to discuss on special field circumstances (like water shortages or draught),

          Disseminate and inform about ACIAR activities to other staff,

          Problem solving discussion and Future Action Plan.

        Field Activities:

The field activities were done frequently by each member of Irrigation Team. The main purpose is to obtain/collect and update the hydrological and other water resource data (rainfall, river debit, hydrology and other related data).

Field trips have also been conducted occasionally on special field situation, i.e.:

          On draught and/or flooded areas in East/South Lombok

          Field  inspection and Field discussion to Vertisol Project activities in Mujur Lombok Tengah,

          Socialization and dissemination of Aciar Project to the District and related institutions.

2.      Technical Issues:

1.        The first IQQM model’s software was received from Aciar’s Australia in the Middle of 2005.

2.        The personnel of Water Resources to trip (study about IQQM) to Toowoomba was delayed almost two years, that due to the difficulty in synchronizing the schedule. This agenda was resumed on June 2007.

3.        The “full team” trip to Australia for comparison study and seminar was conducted on October 2008

 

IQQM running Issues:

The running of IQQM model was practicing intensively in the PU office. The model needs inflows, evaporation, and rainfall’s data, in which the availability of some data are very limited and/or blank (e.g. reservoirs data). In running the model some limitation (running error) still been found. The “golongan system” in the model is different with the actual / field condition. The accuracy of the input data are questionable (crop areal, discharge etc), however, if it’s been corrected the model was not respond (stopped).

To overcome this situation, some suggestion are:

        IQQM model may need to be more simplified (?)

        Add some more training course (UNRAM should take full action)

        More complete and valid data

        Translation of the IQQM model in Bahasa Indonesia.

        Convincing the PU authority, that IQQM Program is a reasonably good tool for Irrigation management in Lombok Island.

3.      Recent Issues

        Reorganization of Water Resources Institution

According to The Government Regulation (PP Nr 41 2007), the whole institutions in Indonesia, including NTB Province, has to be reorganized. In NTB, the PP has been executed effectively at the end of August 2008. The personnel whose run the organization has been arranged twice, and it seem to be continued shortly.

The main institutions in dealing with Water Resources Management and Development in the provincial level are as follows:

 

INSTITUTION

STATUS

REMARKS

Bidang Sumber Daya Air

Local Gov

Esl III

Balai Wilayah Sungai NTB

Central Gov / DG-WRD

Esl III plus

Balai Informasi

Local Gov

Esl III

Balai SDA Lombok

Local Gov

Esl III

Balai SDA Sumbawa

Local Gov

Esl III

Balai SDA Dompu-Bima

Local Gov

Esl III

To respond those facts, a new strategies for implementing the further Aciar Project is needed. And this has to be done wiselly and smartly.

 

C.       CONCLUSION / RECOMMENDATION

       The Aciar Project entitle “Seasonal Climate Forecasting for Better Irrigation System Management in Lombok” have been running normally, even some issues and constraint / limitation have been found..

       The Project is very beneficial both in technical or educational matter, especially to the personnel or staff who involved in the activity of the Project (i.e. in the modeling, understanding and developing the climate research and managing water resources or irrigation practices),

       regular meeting among the member of (ex) Aciar Team may be conducted more frequently (to strengthen the coordination that has been established)

       In the future, the similar project may be expanded to Sumbawa Island.

       In the case of the farmer, by implementing the result of the project will enhancing the prediction of planting time, calculating the risk, and finally the standard living of the farmers in the project areas will be improved.

 

Mataram, 22 October 2008

Water Resources / Irrigation Team

Coordinator / Member                                              

 

Ir. Surana, M.Sc., PU-SDA                                          

(Senior Water Resources Engineer)                          

 

Ir. Ida Ayu Kd Arwiyati

(Irrigation/WOC Engineer)

(draft) EXPERIENCE IN HANDLING MANAGEMENT OF IRRIGATION WATER UNDER DROUGH AND OTHER SCARCITY CONDITION

06/09/2008

(A Case of “Embung” Development in Lombok Island, Nusa Tenggara

Barat Province, Indonesia)

 

By: Surana[1] and Imam Santoso[2]

suranamsc@gmail.com and immsantoso@yahoo.com 

 

ABSTRACT

                                                                                                              

The Province of Nusa Tenggara Barat is located in the neighboring east of the Bali Island, Indonesia. Its consists of two river basins and 18 sub-basins, whereas 4 of Sub SWS are in Lombok and 14 of Sub SWS are in Sumbawa. The total of the main rivers are 170,  inwhich during dry season the discharge is low to dry, only a few rivers having available discharge. Earlier in 1980s, due to the relatively low intensity with poorly distributed rainfalls, the area could only contribute low cropping intensity agriculture, as compared to other regions of the country. At present in the Lombok Island, are increasingly deteriorating, among others, due to the impacts of widespread human activities in the upper watershed areas. However, as the result of active participation and the highly motivated WUAs in constructing and rehabilitating embungs (traditional water ponds), and with adequately provided technical supports from the government, the area has now become one of the eleventh rice-producing provinces in Indonesia.

            This paper is intended to discuss the experiences in handling the management water under drought and scarcity condition, especially in Lombok Island. To give a brief illustration, the discussion has been based on the indigenous farmer’s experience in handling the management of water (both for domestic and or for irrigation purposes) by constructing traditional embung to collect water and also to built a simple tunnel to convey water to the critical areas.


[1] Water Resources/ Irrigation Engineer, Association of  HidraulicEngineer, NTB,.

[2] Planning Manager, Directoral General of Water Resources, DPW, Jakarta